Senin, 07 Januari 2019

Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus

1.1 RUANG LINGKUP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 
Setiap orangtua menghendaki kehadiran seorang anak. Anak yang diharapkan oleh orangtua adalah anak yang sempurna tanpa memiliki kekurangan. Pada kenyataannya, tidak ada satupun manusia yang tidak memiliki kekurangan. Manusia tidak ada yang sama satu dengan lainnya. Seperti apapun keadaannya, manusia diciptakan unik oleh Sang Maha Pencipta.  Setiap orang tidak ingin dilahirkan di dunia ini dengan menyandang kelainan maupun memiliki kecacatan. Orang tua juga tidak ada yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Kelahiran seorang anak berkebutuhan khusus tidak mengenal berasal dari keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, keluarga yang taat beragama atau tidak. Orangtua tidak mampu menolak kehadiran anak berkebutuhan khusus. Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsa. Ia memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak memiliki kelainan atau normal. Allah SWT memiliki maksud mulia bahwasanya orangtua memiliki anak berkebutuhan khusus, dan manusia harus meyakini hal tersebut dengan taat kepadaNya.
  ُْ لا تل َ ُآمنواَ َ َالذينِ ﱠ َ أيﱡھاَ َيا َ ُ ِالخاسرونَ ْ ُ ُ ھم َ َِفأولئكَُ َذلكَِ ْ َيفعلَْ ْ َومنَ ِ ﷲﱠ ِ ْذكرِ ْعنَ ْ ُ ُأولادكمَ ْ َ َولاَ ْ ُ ُأموالكمَ ْ َ ْ ُھكمِ “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”  (Qs Al Munafiqun: 9)

1.2 PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.  Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-kembang normal dan abnormal, pada anak berkebutuhan khususbersifat abnormal, yaitu terdapat penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di usia balita seperti baru bisa berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak tergolong berkebutuhan khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul (absent) sesuai usia perkembangannya seperti belum mampu mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun, atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia atau membeo pada anak autis. Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan anak berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan tunaganda. Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD. Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan penanganan khusus. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah: “Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”. Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus (Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.  Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai berikut: Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level individu. Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada level organ. Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.

1.3 PREVALENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 
Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi. Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011 tercatat sebanyak 356.192 anak, namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah mentargetkan minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir.
1.4 PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 
Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian sebelum kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir.

1. Pre-Natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses kelahiran. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor genetik dan keturunan, atau faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang mengalami pendarahan bisa karena terbentur kandungannya atau jatuh sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin dan akibat janin yang kekurangan gizi.  Berikut adalah hal-hal sebelum kelahiran bayi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada bayi:

a. Infeksi Kehamilan. Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus Liptospirosis yang berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal rubella/morbili/campak Jerman dan virus retrolanta FibroplasiaRLF.
b. Gangguan Genetika. Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat kelainan kromosom, transformasi yang mengakibatkan keracunan darah (Toxaenia) atau faktor keturunan.
c. Usia Ibu Hamil (high risk group). Usia ibu hamil yang beresiko menyebabkan kelainan pada bayi adalah usia yang terlalu muda, yaitu 12-15 tahun dan terlalu tua, yaitu di atas 40 tahun. Usia yang terlalu muda memiliki organ seksual dan kandungan yang pada dasarnya sudah matang dan siap untuk memiliki janin namun secara psikologis belum siap terutama dari sisi perkembangan emosional sehingga mudah stres dan depresi. Wanita dengan usia di atas 40, sejalan dengan perkembangan jaman dan semakin banyaknya polusi zat serta pola hidup yang tidak sehat, bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut tidak sehat dan mudah terinfeksi penyakit. 
d. Keracunan Saat Hamil. Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa diakibatkan janin yang kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat besi /timbal misalnya dari hewan laut seperti mengkonsumsi kerang hijau dan tuna instant secara berlebihan. Selain itu, penggunaan obat-obatan kontrasepsi ketika wanita mengalami kehamilan yang tidak diinginkan seperti percobaan abortus yang gagal, sangat memungkinkan bayi lahir cacat.
e. Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat terjangkit pada individu yang tertular oleh pengidap TBC lain, atau terjangkit TBC akibat bakteri dari lingkungan (sanitasi) yang kotor. Penyakit TCB ini harus mendapatkan perawatan khusus dan rutin. Pada ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat mengganggu metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh tidak sempurna.
f. Infeksi karena penyakit kotor. Penyakit kotor yang dimaksud adalah penyakit kelamin/sipilis yang bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin yang terkena infeksi penyakit sipilis ini dapat menyebabkan tubuh ibu menjadi lemah dan mudah terkena penyakit lainnya yang dapat membahayakan bagi janin dan ibu.
g. Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti bulu kucing), trachoma dan tumor. Penyakitpenyakit tersebut tergolong penyakit yang kronis namun perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan berbagai obat imunitas, seperti pada ibu yang sudah diketahui tubuhnya mengandung virus toxoplasma, maka sebelum kehamilan dapat diimunisasi agar virus tersebut tidak membahayakan janin kelak.
h. Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi. Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama jika berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang terjangkit virus yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga pertumbuhan otak janin terganggu.
i. Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu. Pengalaman traumatic ini bisa berupa shock akibat ketegangan saat melahirkan pada kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu depresi yang pernah dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan pada kandungan saat kehamilan.
j. Penggunaan sinar X. Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau rontgent, atau  terkena sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi karena merusak sel kromosom janin.

2. Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak spontan, lahir prematur, berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu mengidap Sipilis. Berikut adalah halhal yang dapat mengakibatkan kecacatan bayi saat kelahiran:

a. Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia). Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan atau lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi karena cairan ketuban janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat kotor yang membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih cepat dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat kecacatan. Apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat badan ketika kelahiran. Bayi lahir di usia matang yaitu kurang lebih 40 minggu jika memang sudah sempurna pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak yang belum tumbuh sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada bayi ketika lahir. Bayi yang ketika lahir tidak langsung dapat menghirup oksigen, misalnya karena terendam ketuban, cairan kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan pernafasan, atau akibat proses kelahiran yang tidak sempurna sehingga kepala bayi terlalu lama dalam kandungan sementara tubuhnya sudah keluar dan bayi menjadi tercekik, maka proses pernafasan bisa tertunda dan bayi kekurangan oksigen.
b. Kelahiran dengan alat bantu. Alat bantu kelahiran meskipun tidak seluruhnya, dapat menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury), misalnya menggunakan vacum, tang verlossing.
c. Pendarahan. Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa, yaitu jalan keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika janin semakin membesar, maka gerakan ibu dapat membenturkan kepala bayi pada plasenta yang mudah berdarah, bahkan sangat membahayakan ketika bayi dipaksa lahir normal dalam kondisi tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi karena ibu terjangkit penyakit (sipilis, AIDS/HIV, kista). 
d. Kelahiran sungsang. Bayi normal akan lahir dalam proses kepala keluar terlebih dahulu. Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau bokong bahkan tangan yang keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya secara sungsang tanpa bantuan alat apapun, namun ini sangat beresiko bayi menjadi cacat karena kepala yang lebih lama dalam kandungan, bahkan bisa berakibat kematian bayi dan ibu. Ketika posisi bayi sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan operasi caesar agar terhindar dari resiko kecacatan dan kematian bayi.
e. Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik). Ibu yang memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik, dapat menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari dengan melakukan operasi caesar saat melahirkan. 

3. Pasca-natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi. Berikut adalah hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di masa bayi:

a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis), diabetes melitus, penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip), radang telinga (otitis media), malaria tropicana. Penyakit-penyakit tersebut adalah penyakit-penyakit kronis yang bisa disembuhkan dengan pengobatan yang intensif, namun jika terkena pada bayi maka dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama kehidupan (golden age).
b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi yang sempurna sangat dibutuhkan bayi setelah kelahiran. Gizi tersebut dapat diperoleh dari ASI di 6 bulan pertama, dan makanan penunjang dengan gizi seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi kekurangan gizi atau malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan terhambat dan bayi dapat mengalami kecacatan mental.
c. Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat mengakibatkan luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ utama kehidupan manusia jika mengalami kerusakan maka dapat merusak pula sistem/fungsi tubuh lainnya. 
d. Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan dan minuman yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah maka dapat meracuni secara permanen. Racun bisa berasal dari makanan yang kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat psikoaktif. Racun yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke otak dan menyebabkan kecacatan pada bayi.

1.5 DETEKSI DINI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Tugas Perkembangan Usia Anak
Orangtua seringkali terlambat mengetahui bahwa anaknya berkebutuhan khusus. Orangtua baru memeriksakan dan menerapkan terapi pada anaknya ketika anak sudah berusia di atas 5 tahun sehingga kebiasaan yang sudah terbentuk pada anak sukar untuk diubah dan potensi-potensi anak menjadi tidak muncul. Untuk mencegah keterlambatan tersebut, maka sebaiknya orangtua mengetahui terlebih dahulu tugas perkembangan anak.

1. Tugas Perkembangan Bayi
a. Pertumbuhan fisik: berat badan, tinggi badan, pembentukan tulang, pengendalian otot, pertumbuhan lemak, gigi, saraf.
b. Fungsi Psikologis: masuk dalam tahapan sensory motorik (Piaget), terbentuknya trust (Erikson)
c. Perkembangan bicara dan pengertian (mulai mengucap satu sampai beberapa kata, mengenal konsep sederhana)
d. Munculnya perilaku emosional dan sosialisasi (terbentuknya attachment positif dengan caregiver, mulai tertarik dengan teman dan mengenal sosialisasi sederhana)
e. Tumbuh minat bermain (mengamati dan melakukan berbagai permainan dengan konsep trial-error dan belajar sosial)
f. Awal moralitas (hanya mengenal aturan melalui motor activity (Piaget), perilaku responsive – cap baik/cap buruk (Kohlberg))
g. Permulaan penggolongan peran seks (mengenal peran seksnya, menyadari dirinya perempuan atau laki-laki) h. Keterampilan motorik: daerah kepala (kekuatan leher, koordinasi dengan mata, telinga, mulut), tangan-lengan (fine-gross motor), tungkai.
2. Tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak Awal
a. Perkembangan fisik: proporsi tubuh mulai seimbang, posture meninggi pada proximodistal, tulangotot (fine-grossmotor lebih kompleks), lemak 
b. Kebiasaan fisiologis (pola makan, pola tidur, pola bermain)
c. Pengembangan kognitif: meningkatnya pengertian/ konsep (banyaknya perbendaharaan kosakata)  d. Keterampilan Sosial: emosi dan perilaku sosial/asosial, berteman, disiplin, peran seks, minat




Deteksi Dini
Deteksi awal anak berkebutuhan khusus dibutuhkan agar penanganan dapat dilakukan sedini mungkin. Berikut adalah beberapa langkah deteksi yang dapat dilakukan:
a. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, yaitu untuk mengetahui atau menemukan status gizi kurang atau gizi buruk pada anak. 
b. Deteksi dini penyimpangan perkembangan, yaitu untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan bicara dan berjalan), gangguan daya lihat, dan gangguan daya dengar. 
c. Deteksi dini penyimpangan mental emosional, yaitu untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas.
1.6 KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS 
Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun 2004: secara umum, klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah:

Anak dengan Gangguan Fisik:
1. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi (blind/low vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas.
2. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal.
3. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).

Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:
1. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
2. Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak yang mengalami kelainan suara,artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara,yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa,isi bahasa,atau fungsi bahasa.
3. Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.
Anak dengan Gangguan Intelektual:
1. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.
2. Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
3. Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugastugas akademik khusus, terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika.
4. Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
5. Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
6. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang tidak dimiliki manusia pada umumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar